Minggu, 12 Desember 2010

0 komentar
ANTIHISTAMIN


Senyawa yang secara kompetitif menyakat histamine pada reseptor H1 setelah digunakan secara klinisdalam beberapa tahun dan banyak antagonis H1 pada waktu ini dipasarkan di Amerika Serikat.Beberapa tersedia untuk dijual bebas baik sebagai obat tunggal aupun di dalam formulasi kombinasi seperti pil flu dan pil untuk membantu tidur.
DEFINISI
antihistamin adalah obat yang dapat mengantagonis efek histamine.Istilah histamine dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamine manapun.antihistamin biasanya digunakan untuk mengobati alergi yang di sebabkan karena tanggapan terhadap alergen ( penyebab alergi ) seperti pilek.alergi disebabkan oleh berlebihan 1 hipersensitivitas respon tubuh untuk allergen seperti serbuk sari dirilis oleh tumbuhan.reaksi alergi yang jika cukup parah dapat menyebabkan anafilaksis,hasil dalam rilis berlebihan histamine dan mediator lainnya oleh tubuh.kegunaan lain anti histamine membantu dengan gejala inflamasi lokalyang merupakan hasil dari berbagai kondisi,seperti sengatan serangga.
Sewaktu diketahui bahwa histamine mempengaruhi banyak proses faalan dan patologik,maka di carikan obat yang dapat mengantantagonis faalan pertama yang di gunakan antara tahun 1937-1972.Beratus-ratus antihistamin di temukan dan sebagian di gunakan dalam terapi,tetapi efeknya tidak banyak berbeda.diantaranya seperti antergan,neoantergan,definhidramin dan tripelenamin dalam dosis terapi efektif untuk mengobati udem,eritem dan pruritus tetapi tidak dapat melawan efek hipersekresi asa lambung akibat histamine.Antihistamin tersebut di atas digolongankan dalam antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1).
Sesudah tahun 1972 ditemukan antihistamin baru yaitu burimamid,metiamid dan simetidin yang dapat menghambat sekresi asamlambung akibat histamine.Kedua jenis antihistamin ini bekerja secara kompetitif yaitu dengan menghambat interaksi hiatamin dan reseptor histamine H1 atau H2.
Efek Klinis
Histamine akan menghasilkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah menyebabkan cairan untuk melarikan diridari kapiler ke dalam jaringanyang mengarah ke gejala-gejala klasik reaksi alergi seperti hidung meler dan mata berair.antihistamin menekan histami-induced wheal (pembengkakan) dan suar (vasodilatasi) respon dengan menghalangi peningkatan histamine pada reseptor saraf,otot polos,pembuluh darah,sel-sel kelenjar,endothelium dan sel mast.mereka aktif mengerahkan antagonisme kompetitif histamine untuk H1 reseptor.gatal-gatal dan bersin ditekan oleh blockade anti histamine H1-reseptor pada saraf sensorik hidung.antihistamin biasanya digunakan untuk menghilangkan alergi yang disebabkan oleh intoleransi protein.

A.  Antihistamin Penghambat Reseptor H1 ( AH1 )
AH1 menghambat kerja histamine pada pembuluh darah,bronkus dan macam-macam otot polos.Secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamine pada otot polos ( usus,bronkus).Sebagian besar dari kerja tersebut mungkin dihasilkan dari kesamaan struktur obat yang mempunyai efek kolinoseptor muskarinik,andrenoseptor alfa,serotonin dan reseptor anestenik lokal.Reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refrakter terhadap pemberian AH1,karena disini bukan histamine saja yang berperan tetapi autakoid juga dilepaskan.Efektifitas AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda,tergantnung beratnya gejala akibat histamine.Mekanisme kerja antihistamin ini adalah setelah pemberian oral atau parental, AH1 di absorbs secara baik.Dan efeknya akan timbul 15-30menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2jam.Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6jam,untuk golongan klorsiklizin 8-12jam.Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2jam berikutnya,kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4jam.kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa,ginjal,otak,otot dan kulit kadarnya lebih rendah.Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati,tetapi dapat juga dpada pari-paru dan ginjal.Tripelenamin mengalani hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizinterutama mengalami demetilasi.AH1 di ekskresi melalui urin setelah 24jam,terutama dalam bentuk metabolitnya.
Pada dosis terapi,semua AH1menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan.efeksamping yang paling sering adalah sedasi,yang justru menguntungkan bagi pasien yang di rawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur.tetapi ini sangat merugikan bagi pasien yang membutuhkan  kewaspadaan tinggi sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan.Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo,tinnitus,lelah,penat,inkoordinasi,penglihatan kabur,diplopia,eurofia,gelisah,insomnia dan tremor.efek samping yang juga sering ditemukan adalah nfsu makan kurang,mual,muntah,keluhan pada epigasrium,konstipasi atau diare.efek samping ini akan berkurang bila AH1 di berikan sewaktu makan.
Contoh :
a)   Clemastine
b)   Diphenhydramine (Benadryl)
c)     Doxylamine (paling sering digunakan sebagai OTC sedatif)
d)   Loratadine
e)    Desloratadine
f)    Fexofenadine
g)   Pheniramine
h)    Setirizin
i)      Ebastine
j)      Prometezine
k)   Klorfeniramine
l)      Levocetirizine
m)            Olopatadine (digunakan secara lokal)
n)  Meclizine (paling sering digunakan sebagai antiemetik)
o)    Dimenhydrinate (Garam) (paling sering digunakan sebagai antiemetik)
p)    Embramine
q)   Dimethindene
r)    Dexchlorpheniramine
s)    Vitamin C (juga dikenal sebagai asam askorbat)
            Antihistamine dan metabolit aktifnya
Farmakokinetika antihistamine H1 telah terbukti mempunyai peran yang sangat penting sejak diperkenalkannya agen generasi kedua.kontribusi farmakokinetika pertama yang bermakna adalah bukti bahwa tidak adanya efek sedative terutama disebabkan oleh distribusinya yang kecil pada system pusat saraf.popularitas agen nonsedatif tersebut kemudian  diserang saat diketahui bahwa metabolism terfenadine dengan mudah dihambat olehberagam penghambat enzim mikrosomal hepatis,bahkan termasuk jus anggur dan terjadinya kontraksi tinggi dapat menyebabkan aritmia yang ematikan.fakta bahwa senyawa induk adalah agen yang bersifat toksik dalam interaksi tersebut dan ketiadaan efek antihistaminic yang berguna secara logis menyebabkan pengembangan metabolit antihistaminic aktif fexofenadine sebagai suatu obat dengan kemampuannya sendiri.fexofenadine adalah terfenadine yang berkolaborasi dan tidak mempunyai efek toksikpada jantung,terfenadine kemudian ditarik dari peredaran.seni sintesis telah meniru alam dlam mengembanglan beberapa antihistamine lain dengan karakteristik generasi kedua.
            Toksisitas
Efek samping yang luas dari antihistamine sudah diungkapkan dengan jelas di muka.beberapa dari efek tersebut telah digunakan untuk tujuab terapi khususnya pada obat ang dijual bebas.walaupun demikian efek tersebut merupakan efek yang lazimnya paling tak diingini pada penggunaan obat tersebut utuk menyakat reseptor histamine.pemilihan obat yang tepat dengan kemungkinan yang lebih kecil akan timbulnya efek samping dan percobaan terhadap beberapa obat oleh pasien adalah metode yang paling efektif untuk meminimalkan terjadinya kedua macam toksisitas tersebut.efek toksik yang kurang lazim terjadipada penggunaan sistemik termasuk eksitasi dan kejang pada anak,hipotensi postural,dan respons alergi.alergi obat relative lazim terjadi khususnya setelah penggunaan topical antagonis H1.efek kelebihan dosisyang berat pada penggunaan sistemik pada obat antagonis H1 yang terdahulu mirip dengan efek kelebihan dosis atropine dan pertolongannya dilakukan dengan cara yang sama.kelebihan dosis astemizole dapat menyebabkan aritmia jantung.
            Interaksi Obat
Seperti yang terdapat pada antihistamine dan metabolit aktifnya,toksisitas jantung yang bermakna termasuk aritmia ventrikuler yang sangat mematikan terjadi pada beberapa pasien yang menggunakan obat generasi kedua awal,baik terfenadine atau astamizole dalam kombonasi dengan ketozonazole,itraconazole atau antibiotic macrolide seperti erythromycin.obat anti mikroba tersebut menghambat metabolism banyak obat yang terjadi melalui CYP3A4 dan menyebabkan peningkatan yang bermakna pada konsentrasi antihistamine di dalam darah.
B.  Antihistamin Penghambat Reseptor H2 (AH2 )
Antagonis H2 yang ada sekarang dapat berkompetisi secara reversible dengan histamine pada reseptor H1 .Cara kerja ini sangat selektifdimana antagonis H2 tidak mempengaruhi kerja yang di perantai reseptor H1.dan mekanisme kerja antihistamin untuk obat simetidin dan ranitidin yaitu bioavailabilitas ranitidine yang di berikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati.masa paruhnya kira-kira 1,7-3jam pada orang dewasa dan memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal.kadar puncak plasma plasma dicapai dalam 1-3jam setelah penggunaan 150mg ranitidine secara oral dan yang terikat protein plasma hanya 15%.ranitidin mengalanmi metabolism lintas pertama di hati dalam jumlah yang cukup besar setelah pemberian oral.ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal,sisanya melalui tinja.sekitar 70% dari ranitidine yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan secra oral diekskresi dalam urin dalam bentuk asal.Insidens efek samping kedua obat ini rendah dan umumnya berhubungan dengan penghambat pada reseptor H2.efek samping ini antara lain nyeri kepala,pusing,malaise,mialgia,mual,diare,konstipasi,ruam kulit,pruritus,kehilangan libido dan impoten.pada pasienyang tukak lambung jinak (benigna) yang aktif pemberian antagonis reseptor H2 dapat mengurangi gejala dan membantu penyembuhan.dan pada pasien dengan hernia hiatal,tukak yang diinduksi-stres dan tukak iatrogenic manfaat obat tersebut belumjelas.walaupun demikian,obat tersebut sering digunakan untuk pasien dalam perawatan intensif.
Contoh :
a)   Cimetidine
b)   Famotidine
c)     Ranitidine
d)   Nizatidine
e)     Roxatidine
f)    Lafutidine
            Toksisitas
Efek yang sering terjadi adalah diare,pening,mengantuk,sakit kepala dan ruam.efek samping lainnya termasuk sembelit,muntah,dan altralgia (nyeri sendi).efek-efek lain yang jarang terjadi tetapi lebih berat yaitu,
A.    Disfungsi Sistem Saraf Pusat
Bicara kurang jelas,delirium dan bingung paling sering terjadi pada pasien lanjut usia.efek-efek tersebut sering dihubungkan dengan cimetidine,jarang terjadi pada ranitidine dan tidak lazim terjadi dengan famotidie dan nizatidine.
B.     Efek-efek Endokrin
Cimitidine berikatan dengan reseptor androgen dan dilaprkanterjadinya efek antiandrogenik seperti genekomastia (pada pria) dan galaktorea 9pada wanita).
C.     Diskrasia darah
Terapi cimetidine dihubungakan dengan terjadinya granulositipenia,trombositopenia,neutropenia dan bahkan anemia aplastik yang dapat terjadi walaupun sangat jarang.
D.    Tosisitas hati
Efek kolestatis yang reversible dapat dilaporkan terjadi pada penggunaan cimetidine.hepatitis yang reversible dengan atau tanpa jaundice pernah dilaporkan pada penggunaan ranitidine.terjadi ketidaknormalan yang bersifat reversible pada pemeriksaan enzim hati yang disebabkan oleh penggunaan famotidine dan nizatidine.
E.     Kehamilan dan ibu menyusui
Penelitian tidak membuktikan efek yang membahayakan pada janin untuk penggunaan penyakat H2 pada wanita hamil.bagimanapun obat tersebut dapat melewati plasenta,sehingga hanya diberikan apabila benar-benar diperlukan.keempat obat tersebut disekresi melalui air susu ibu sehingga dapat mempengaruhi bayi yang sedang menyusui.

Interaksi Obat
Cimetidine menghambat beberapa jalur paling penting dari metabolism P450 obat,termasuk yang dikatalisasi oleh isoform 1A2,2C9,2D6 dan 3A4CYP.obat tersebut juga dapat menueunkan aliran darah ke hati yang dapat lebih jauh lagi menurunkan klirens obat lain pemberian cimetidine bersama dengan obat lain seperti disebutkan berikut ini dapat menebabkan peningkatan efek farmakologis atau toksisitasnya : warfarin, phenytoin, propanolol, metoprolol, labetalol, quinidine, caffeine, lidocaine, theophyline, alprazolam, diazepam, flurazepam, triazolam, chlordiazepoxide, carbamazepine, ethanol, antidepresan trisiklik, metronidazole, penyakat kanal kalsium dan sulfonylurea.penyesuaian dosis diperlokan khususnya pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.ranitidine pada dosis terapi biasa tidak menghambat metabolism oksidasi dari kebanyakan obat lain.semua penyakat H2 kecuali famotidine secara bermakna menyebabkan peningkatan bioavailabilitas ethanol dengan menghambat metabolism lintas pertama.


Referensi :
Ganiswara G.Sulistia,1995,Farmakologi dan Terapi,Edisi4,Gaya Baru,Jakarta.
Katsung G.Bertram,2001,Farmakologi Dasar dan Klinik,Buku1,Salemba Medika,Jakarta.

 

Farmakologi Keperawatan Copyright © 2008 Black Brown Art Template by Ipiet's Blogger Template